Senin, 29 Maret 2010

Gangguan Belajar Pada Anak

Pada tahun 1942, Werner dan Strauss mengajukan konsep Learning Disability “anak mengalami kerusakan otak” hingga muncul ke permukaan. Seiring berjalannya waktu konsep ini mulai berkembang.

Kecenderungan kesulitan belajar dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Pertama, Learning disability. Masalah ini bermula pada ketidakmampuan anak didik untuk melakukan tugas – tugas tertentu yang dapat dilakukan oleh anak sebayanya atau dengan kemampuan mental setara. Kedua, Learning Disorder. Pada masalah ini anak mengalami hambatan dalam belajar dikarenakan mengalamai kerusakan dalam system saraf.

Pada Learning disabilities, biasanya anak mengalami hambatan dalam perkembangan emosi, social dan potensi intelektual anak, mendapat perhatian lebih banyak. Banyak hal yang berkaitan dengan bagaimana proses mental dan kemampuan mental anak berkembang, motivasinya, sikapnya, persepsinya, bakat, minat dan kreativitasnya. Diperlukan kerja sama antara orang tua dan keluarga, serta guru untuk melihat sampai dimana anak menunujukkan potensinya. Dengan ahli terapi wicara dan bahasa untuk mengetahui kesulitan dalam hal berbicara. Dengan pakar medis, untuk mengetahui gangguan – gangguan fisik, anatomi, biokimia, alergi, hormonal , fungsi otot yang mungkin berperan.

Pada Learning Disorder, anak akan dirujuk untuk menjalani EEG (Electro Encephalogram) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk melihat adanya kerusakan otak. Ketidaksempurnaan fungsi otak dapat terjadi karena kelainan seperti selama bayi dalam kandungan, kelahiran premature, trauma pada saat kelahiran, kecelakaan dan sakit pada masa bayi dan kanak – kanak awal.



Daftar Pustaka :

Drost, Wanei. G. K. (2003). Perilaku Anak Usia Dini Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta:
Kanisius.

Tidak ada komentar: