Kamis, 24 Desember 2009

Trend Bunuh Diri di Mal

Saya membaca berita di sebuah Tabloid Nova tentang bunuh diri. Belakangan ini mal menjadi sebuah tempat favorit bagi orang yang ingin bunuh diri. Sebuah tempat belanja sekaligus tempat menjemput maut.
Baru – baru ini digencarkan dengan sebuah peristiwa seorang laki – laki dan perempuan bunuh diri di sebuah mal mewah pada hari yang sama, namun hanya waktunya saja yang berbeda. Korban perempuan nekat menjatuhkan diri dari lantai 5 dari salah satu mal di bilangan Tanah Abang setelah memanjat reiling. Namun kejadian ini tidak diketahui oleh ibu dan tantenya yang pada saat bersamaan sedang jalan bersamanya. Tak ada informasi jelas mengenai sebab perempuan itu bunuh diri.
Sedangkan korban laki – laki bunuh diri, empat jam setelah korban perempuan. Dia bunuh diri di sebuah mal di bilangan Senayan. Dan bunuh diri dari lantai 5 pula. Tetapi dalam kedua kasus ini tidak ada hubungannya sama sekali. Selain itu aksi bunuh diri lainnya yang dilakukan di mal.
Menurut dr Sylvia Detri Elvira dari Departemen of Psychiatri, Fakultas Kedokteran UI, pada dasarnya seseorang yang bunuh diri dikarenakan depresi berat, sedih yang sangat berat, merasa tidak berguna, merasa tidak berarti, masa depannya suram dan sebagainya. Paling sering pelaku yang ingin bunuh diri mengalami halusinasi Auditorik yang menyuruhnya untuk melakukan tindakan tersebut.
Pilihan tempat di mal yang ramai dan banyak orang sebagai tempat bunuh diri biasanya sang pelaku seang berada di sana, lalu ide serta halusinasi terlintas begitu saja. Dapat pula sang pelaku ingin mencari perhatian orang terdekatnya. Ini terjadi pada tipe kepribadian histrionic. Tipe yang senang menjadi pusat perhatian. Tetapi hal ini bukan dikarenakan depresi berat melainkan attention seeking.
Pelaku pada usia remaja, umumnya dikarenakan pembentukan identitas diri yang tidak tercapai. Fase ini rentan dengan depresi dan melakukan bunuh diri. Sedangkan pada masa dewasa awal biasanya berkaitan dengan pasangan dan karir.

Dibandingkan dengan Indonesia, Jepang sudah mempunyai Undang – Undang tersendiri bagi pelaku bunuh diri. Jika pelaku tidak berhasil bunuh diri, maka pelaku dijerat hukuman penjara. Tetapi jika berhasil, maka keluarga dikenakan denda sebesar Rp 10 Miliar.
Jepang membuat UU ini dikarenakan menjadi Negara yang paling banyak orang bunuh diri. Lebih tepatnya menjadi urutan utama peristiwa bunuh diri. Para pakar menyebutkan latar belakang kesulitan ekonomi, kondisi mental yang labil, depresi, pengangguran, dan tekanan pergaulan yang membuat hal ini terjadi. Data mencatat 71 % pelaku adalah pria.
Ada sebuah tempat favorit di Jepang yang menjadi tempat bunuh diri yaitu Aokigahara, hutan dekat gunung Fuji. Rel kereta api pun menjadi tepat yang paling sering digunakan. Cara terbaru bunuh diri di Jepang yang menjadi tren yaitu menggunakan hydrogen sulfida.
Untuk menekan tingkat bunuh diri sebaiknya kita mengikuti jejak Jepang yang membuat UU tentang bunuh diri. Serta setiap orang menanamkan keimanan dan ketakwaan dalam diri masing – masing agar tercegah untuk melakukan hal tersebut. Pendidikan moral juga perlu diperhatikan pada setiap anak.


Sumber :
Tabloid Nova. 7 - 13 Desember 2009.

Tidak ada komentar: